SOSOK
Menjawab
Ketertinggalan Indonesia Timur
Winarni
monoarfa
3
November 2014
Oleh
Nasrullah Nara
Biodata Sosok :
·
Winarni Monoarfa
·
Makassar, 21 November 1962
·
Pendidikan :
·
S-1 Fakultas Perikanan Universitas Hasanuddin
(Unhas) Makassar, 1984
·
S-2
bidang Perikanan Unhas, 1992
·
S-3
bidang Perikanan Unhas – IPB, 2000
·
Jabatan / Aktivitas :
·
Guru Besar Universitas Hassanudin
·
Ketua Kelompok Kerja Kawasan Timur Indonesia
·
Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo
·
Penghargaan, antara lain :
·
CIDA Champion Awards dari Kanada, 2010
·
Wibawa Seroja Nugraha dari Lemhannas, 2007
Berlatar
belakang ilmu kelautan dan perikanan, Winarni paham betapa masyarakat pesisir
tertingggal dalam masalah sosial ekonomi bukan semata karena faktor pendidikan,
permodalan, dan infrastruktur. Tak kalah penting adalah minimnya interaksi
antarkomunitas karena faktor geografis.
Masalah
ini lekat dengan kawasan timur Indonesia (KTI) kerana mayoritas wilayahnya
berupa laut dan hamparan pulau. Ia membuat forum KTI untuk dipertukarkan antardaerah,
forum itu berasal dari akademisi,unsur pemerintah, legislatif, organisasi
nonpemerintah, serta swasta, semuanya mencakup 12 provinsi di wiayah Papua,
Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Aktif
sejak forum ini berdiri tahun 2004 hingga menjadi ketua kelompok kerja ( Pokja
KTI ) dalam 5 tahun terakhir, Winarni telah menggali dan menghimpun sekitar 300
inovasi kreatif. Kiat sukses tersebut direplikasi demi menjawab persoalan
masyarakat.
Secara
makro, kiat sukses itu mencakup bidang kesehatan, pendidikan, kesetaraan
gender, pelestarian lingkungan dan ekonomi masyarakat. Adapun ibu-ibu di Pulau
Sumba, Nusa Tenggara Timur, lewat Kelompok Tani Tapawala Badi, menyiasati
perubahan iklim dengan beragam cara. Mereka antara lain mengelola bersama kebun
hidroponik, kebun benih tanaman pangan lokal, dari usaha tersebut terhimpun
tabungan, pendidikan, dana kesehatan, dana bagi anggota yang terkena musibah.
Bertukar Info
Setiap
tahun, melalui Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI), anggota forum
berkumpul untuk memaparkan praktif kreatif dari daerah masing-masing. Bahkan pada
momen tertentu, inspirator dan para tokoh yang peduli KTI diundang untuk
bertukar pengalaman.
Sebagai
Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo dan pernah menjadi Wakil Ketua Dewan Riset
Nasional, Winarni memahami inovasi kreatif itu belakangan ini kian mendapat tempat
sebagai model pembangunan sosial, model ini untuk membangkitkan antusiasme warga
untuk menularkan gagasan inovatif mereka.
Bersaing
dengan peserta yang mayoritas perwira TNI / Polri, Winarni fasih bicara seputar
ketahan nasional. Topik ketahanan nasional antara lain dia kaitkan dengan
pengelolaan sumber daya alam, khususnya kelautan.
Berbagi Forum
Oleh
karena itulah, sebagian orang menjuluki Winarni sebagai “singa podium “. Kemampuannya
mengonstruksikan gagasan tak lepas dari gemblengan ayahnya, H Dien Monoarfa. Sang
ayah yang bekerja sebagai wartawan Tanah
Air dan Mercu Suar era 1960-an
kerap mengikutsertakan anak sulungnya ini meliput berbagai forum.
Sepulang
dari liputan, Winarni kecil diminta ayahnya untuk duduk di depan mesin ketik,
lalu mengarahkannya menuliskan poin-poin penting dari acara tersebut. Setelah ketikan
rampung, sang ayah menyuruhnya beridiri membaca naskah ketikan itu.
Tahun
2005 dia menjadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Percepatan Ekonomi
Daerah. Tujuh tahun berselang, ia dipromosikan menjadi Sekretaris Daerah Provinsi
Gorontalo. Ini posisi yang relatif langka bagi perempuan di Tanah Air.
Seperti
air mengalir, Winarni melintas batas, dari akademisi, penggiat jender,
birokrat, hingga “pajuang” KTI.
Melisa ( 1801420280 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar